Kamis, 04 November 2010

Semakin Lemahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah


Malang (ANTARA News) - Sosiolog Universitas Negeri Malang (UM) Dr Zulkarnain Nasution menyatakan, ketidakpercayaan atau menurunnya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah dalam satu tahun terakhir ini menjadi pemicu munculnya gejolak sosial.
"Munculnya ketidakpercayaan di lingkungan masyarakat terhadap pemerintahan saat ini memberi andil terhadap gejolak sosial yang akhir-akhir ini sering terjadi, baik antaretnis, agama, bahkan tokoh politik (politikus)," katanya di Malang, Rabu.
Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah ini disebabkan tidak terealisasinya janji-janji pemerintah yang seharusnya sudah dilakukan, seperti pengentasan warga dari kemiskinan, pendidikan dapat diperoleh dengan mudah dan murah serta mengurangi jumlah pengangguran.
Namun, tegasnya, fakta yang dihadapi masyarakat sekarang ini justru sebaliknya, yakni harga bahan pangan semakin mahal, biaya pendidikan dan kesehatan semakin mahal. Sehingga, masyarakat mudah terletup emosinya dan memicu aksi-aksi sosial yang meresahkan.
Pemerintah, lanjutnya, selama satu tahun ini masih terfokus pada penyelesaian masalah-masalah internal, seperti penunjukan Kapolri maupun KPK. Padahal, masyarakat menuntut adanya penegakan hukum secara merata dan tegas, tidak tebang pilih.
Kalaupun ada program-program yang membantu masyarakat dari keterpurukan (kemiskinan), katanya, sebagian besar tidak tepat sasaran, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan beberapa program lain yang justru "meninabobokan" masyarakat dan terus bergantung pada pemberian (bantuan).
Untuk meminimalkan ketidakpuasan dan membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lanjutnya, memang ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah. Di antaranya adalah penegakan hukum yang adil dan tegas.


Dari contoh berita diatas dapat kita lihat bahwa masyarakat sekarang ini cenderung tidak peduli akan pemerintahnya, karena pada banyak segi pemerintah cenderung memperlakukan kebijakan-kebijakan yang menekan masyarakat bukan mensejahterakan masyarakat. Kebijakan-kebijakan yang tidak populer tersebut cenderung dilakukan untuk meraih pemasukan yang besar, seperti contoh kebijakan yang diambil pemerintah mengenai perburuhan. Pemerintah cenderung memihak kepada instansi penyedia jasa lapangan pekerjaan (outsourcing) dan pemilik perusahaan, kebijakan-kebijakan yang cenderung membuat buruh tertekan dan melakukan demonstrasi-demonstrasi menuntut hak mereka
Kebijakan-kebijakan seperti pemberian uang kepada rakyat miskin dinilai sebagai suatu upaya pembodohan demi sebuah kepopuleran. Apa artinya pemberian jaminan rakyat miskin apabila biaya rumah sakit mahal, biaya kebutuhan hidup melambung tinggi. Memang banyak rakyat miskin berkata bahwa pemberian uang tersebut sebagai kebijakan yang baik, tetapi andaikan kita telaah lebih mendalam itu mendidik masyarakat kecil menjadi masyarakat yang manja dan tidak mau berusaha. Pembodohan-pembodohan masyarakat seperti ini sering sekali terjadi pada era orde baru dan sudah tidak layak lagi terjadi pada era reformasi sekarang ini. Pemerintah sebagai lambang masyarakat sangat perlu bersikap cerdas dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi di Indonesia. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan bangsa yang besar dan itu perlu pemikiran-pemikiran yang hebat bukan pemikiran-pemikiran instant seperti jaminan rakyat miskin.
Sikap-sikap kuno yang diturunkan oleh orde baru sudah tidak bisa dilakukan pemerintah saat ini, karena semenjak genderang reformasi terjadi rakyat menjadi lebih pintar dan kritis dalam menanggapi masalah-masalah yang terjadi. Pemerintah perlu berpikiran cerdas dan berintelektual tinggi agar masyarakat dapat menghargai pemerintah, pemerintah juga dituntut untuk kembali ke fungsi dasarnya sebagai alat menegement masyarakat. Pemerintah dituntut menjadi abdi masyarakat bukan hanya sebagai ikon negara, yang hanya bisa duduk diam dan tidak melakukan apa-apa, seperti contoh salah seorang pemimpin pemerintahan yang berpergian ke suatu tempat sementara daerah tempat dia memimpin pemerintahan sedang terjadi bencana hebat. Memang kalau dibuat suatu alibi kalimat bahwa aparat-aparat yang terkait akan bidang bencana sudah bergerak secara maksimal menjadi suatu alibi yang sangat indah terdengar dan membuktikan adanya perhatian pemerintah terhadap bencana, tetapi dalam menunjukan sikap kepedulian atas penderitaan orang lain (teposeliro) pemimpin pemerintahan tadi menjadi pemimpin yang tidak perduli. Tidak perduli atas asumsi tidak adanya sikap prihatin atas nasib rakyatnya, sikap yang menunjukan bahwa dia adalah pemimpin dari masyarakat yang sedang menghadapi bencana.
Semoga pemerintah yang akan datang atau yang mungkin bila nanti... Sadar bahwa mereka itu ada interpretasi dari masyarakat, mereka adalah cermin masyarakat. Andaikan bangsanya sedang sulit mereka dapat menampilkan apa arti kata kesulitan, bukan membeli mobil baru atau jas baru yang berharga mahal demi gengsi pribadi, cobalah untuk tau malu.. cermin bangsa yang susah kok malahan orang naik mobil mewah berjas mewah dan berprilaku hedonisme. Rakyat mengaji mereka dari pajak untuk melayani rakyat bukan menzolimi rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 rikirikardo
Theme by Unknown